Antara Orang Tua dan Cinta


Kita sebagai anak muda, mungkin seringkali ribut dengan orang tua kita, cuma gara-gara berbeda pandangan. Dan biasanya kitalah, anak-anak muda yang selalu ngotot benar sendiri. Seringkali timbul perasaan orang tua kita sudah tidak sayang lagi sama kita. Padahal perasaan itu sama sekali tidak benar. Karena kasih sayang orang tua kita tidak akan pernah habis-habisnya, lain halnya dengan kasih sayang kita kepada orang tua kita. Bukankah ada pepatah “kasih sayang orang tua sepanjang jalan, tapi kasih sayang anak terhadap orang tua hanya sepanjang galah”.

Kebetulan bila ada yang tidak cocok dengan kita, orang tua kita memiliki cara sendiri untuk mencurahkan kasih sayang kepada kita. Mana ada orang tua yang tidak sayang pada anaknya sendiri!?.Ssekalipun ada beberapa berita mengebai bayi yang ditinggalkan orang tuanya, itu banyak pula yang disebabkan faktor ekonomi, ditinggalkan dengan berat hati dan berharap ada orang yang mampu dan mau merawatnya. Orang tua tetap sayang namun keadaan tidak mengizinkan. Itu semua demi kasih sayangnya juga. Lagi pula kasih sayang orang tua kepada kita tidak harus selalu berupa menuruti semua keinginan kita, akan tetapi arti daripada menyayangi bisa berupa melindungi dari sesuatu yang membahayakan. Melarang bukan berarti membenci. Sangat mungkin melarang itu adalah karena mencintai.

Banyak di antara kita yang selalu berpikiran bahwa sesuatu yang kita senangi pasti baik untuk kita, terutama dalam permasalahan pasangan hidup. Tak jarang permasalahan ini berujung pada kebencian terhadap orang tua. Mengapa bisa demikian?. Mungkin karena akal kita sudah ditungkupi nafsu hingga tak dapat berpikir jernih, dan mata batin kita menjadi tumpul hingga tak dapat melihat dengan benar. Sehingga yang tampak di depan mata hanya kebaikan-kebaikan pilihan kita, hingga kita terkelabui.

Ketika dalam keadaan seperti inilah kita butuh akal dan mata orang lain yang masih bisa melihat dengan jernih. Pertimbangan akal dan penilaian orang tua kitalah yang sangat dibutuhkan. Karena tak ada orang tua yang sengaja mencelakakan anaknya.
Hal lain yang sering menipu kita adalah strata pendidikan yang telah kita raih. Ketika terjadi perbedaan denga orang tua kita, tak jarang muncul perasaan, nasihat orang tua itu kuno, ketinggalan jaman, tak tahu kemajuan, kolt, tak berpendidikan dan lainnya yang tak pantas terlintas dalam pikiran apalagi sampai diucapkan. Itulah kepandaian dan tingkat pendidikan yang menjebak untuk berbuat durhaka

Padahal hidup ini tidak tergantung pada kepintaran dan kepandaian semata. Pintar bukan segala-galanya. Jika dibandingkan dengan pengalaman orang tua kita dalam mengarungi kehidupan, kepandaian dan kepintaran kita tidak ada apa-apanya. Hakikat pandai sebenarnya hanyalah mengerti akan sesuatu meskipun belum mengalaminya. Beda dengan pengalaman orang tua, mereka telah melewatinya, mengalaminya dan tentu paham akan setiap permasalahannya. Mereka telah merasakan asam garam dan pahit getirnya kehidupan, sehingga pertimbangan-pertimbangannya senantiasan arif dan penuh perhitungan.

Maka jangan sekali-kali meremehkan orang tua kita, meski mereka tak berpendidikan sekalipun. Dalam kerentaannya mereka lebih berpengalaman dari kita.
Nah, kalau anda mengalami kejadian ini, cobalah jernihkan pikiran, coba pahamiletak perbedaan yang ada dan cari titik persamaannya. Mulailah menghitung dan membandingkan antara ego anda dan pertimbangan orang tua. Hayati betapa besar kasih sayang orang tua kepada kita. Akankah kita menghapus kasih sayang mereka selama puluhan tahun dengan hanya sepersekian detik kehadiran orang lain, yang barangkali ketulusan dan cinta mereka masih tidak bisa dibuktikan dengan pasti.

sangatlah tidak adil bila kita menyingkirkan orang tua kita hanya karena memilih orang baru. Memutus hubungan batin dengan orang tua demi menjali hubungan dengan orang lain yang barangkali dilatarbelakangi oleh nafsu semata. Berpikirlah dengan dewasa dan sandarkan pada yang kuasa, niscaya kita akan meraih cinta yang suci, cinta orang tua kita, yang berarti cinta Tuhan kita.

Oleh : Yuni Astuti ( Penulis tinggal di Jl. KH. Abdul Hamid Pasuruan)
Dari :Buletin Sidogiri Edisi 34/Tahun IV/Dzul Qa’dah 1429

Posting Komentar

1 Komentar

  1. tulisan yang mengesankan... ngomong2 dah berkeluarga belum... www.logos.co.id

    BalasHapus

Silahkan berkomentar :)